Dua bulan telah berlalu sejak saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan terakhir saya, dan meskipun waktu tersebut terbilang cukup singkat, perasaan saya justru semakin kuat: mencari pekerjaan di Indonesia tidak semudah yang dibayangkan. Mungkin banyak orang di luar sana yang merasa bahwa resign dan mencari pekerjaan baru adalah langkah yang penuh harapan dan potensi. Namun, realita yang saya alami justru bertolak belakang. Di usia 27 tahun, dengan beberapa pengalaman kerja di dunia profesional, saya merasa seperti terperangkap dalam labirin ketidakpastian dan tantangan yang tampaknya semakin besar setiap hari.
Saya tahu bahwa pasar kerja Indonesia memang penuh dengan persaingan, namun semakin lama saya mencari, semakin terasa bahwa tantangan yang ada jauh lebih besar daripada yang saya bayangkan sebelumnya. Meskipun saya sudah menyiapkan segala hal: dari CV yang lengkap, surat lamaran yang disesuaikan, hingga pengalaman kerja yang cukup, saya tetap merasa kesulitan. Ini adalah pengalaman yang tidak hanya saya rasakan, tetapi juga banyak teman-teman seumuran saya yang memiliki pengalaman serupa.
Salah satu fenomena yang semakin terasa adalah banyaknya syarat-syarat yang, bagi saya, terkesan tidak masuk akal. Syukur-syukur kalau posisi yang ditawarkan memang sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan, namun sering kali, syarat-syarat yang tertera dalam lowongan kerja justru lebih banyak mengarah ke hal-hal yang berbau administratif, dan bukan keterampilan nyata yang dibutuhkan dalam pekerjaan tersebut. Inilah yang membuat saya bertanya-tanya, apakah saya sedang mencari pekerjaan di dunia yang nyata, atau sekadar berusaha meloloskan diri dari labirin persyaratan yang tampaknya tak ada habisnya.
Kembali ke Titik Nol: Kenapa Saya Memutuskan Untuk Resign?
Sebelum lebih jauh membahas tantangan yang saya hadapi dalam mencari pekerjaan baru, saya ingin sedikit bercerita mengenai keputusan saya untuk resign. Pada akhirnya, setiap orang memiliki alasan yang berbeda saat memilih untuk meninggalkan pekerjaannya. Bagi saya, meskipun pekerjaan tersebut memberikan penghasilan yang stabil dan bisa dikatakan cukup nyaman, ada perasaan bahwa saya berada dalam zona nyaman yang tidak menantang lagi. Saya merasa sudah tidak berkembang, dan saya ingin mencari peluang baru yang lebih sesuai dengan passion dan tujuan jangka panjang saya.
Namun, saat saya mengundurkan diri, saya tidak menyangka bahwa tantangan yang akan saya hadapi tidak hanya datang dari mencari pekerjaan, tetapi juga dari proses adaptasi dengan dunia luar yang ternyata jauh lebih keras dari yang saya kira. Meninggalkan sebuah pekerjaan yang relatif stabil membuat saya merasa seperti melompat ke dalam ketidakpastian. Di saat yang bersamaan, saya juga merasakan banyaknya tekanan sosial untuk segera mendapatkan pekerjaan baru.Bagi sebagian orang, mungkin saja proses mencari pekerjaan pasca-resign ini terasa lebih mudah. Mungkin mereka memiliki pengalaman atau koneksi yang lebih kuat di dunia profesional, atau mungkin mereka sudah menyiapkan segalanya jauh-jauh hari. Tapi bagi saya, meskipun sudah memiliki pengalaman kerja, ternyata dunia kerja yang sesungguhnya jauh lebih menantang dan tidak seindah yang dibayangkan.
Dunia Pekerjaan yang Penuh Harapan atau Ilusi?
Saat pertama kali memasuki dunia kerja beberapa tahun yang lalu, saya sempat berpikir bahwa segala sesuatu akan berjalan dengan baik. Saya berpikir, setelah menyelesaikan pendidikan, segala kemampuan dan pengetahuan yang saya peroleh di bangku kuliah akan langsung diterima dan diaplikasikan dengan baik di dunia kerja. Namun, kenyataannya berbeda. Tidak semudah itu. Tentu saja, banyak orang yang berpikir sama, dan itulah yang membuat kompetisi di pasar kerja Indonesia semakin ketat.
Seiring berjalannya waktu, saya mulai menyadari bahwa mencari pekerjaan bukan hanya soal "memiliki kualifikasi yang tepat". Lebih dari itu, ada banyak faktor eksternal yang berperan besar dalam menentukan keberhasilan seseorang mendapatkan pekerjaan yang diinginkan. Salah satu yang paling mencolok adalah masalah syarat-syarat yang tidak masuk akal.
Syukur, Pengalaman Kerja Masih Dianggap Penting… Tapi Berlebihan
Di saat mencari pekerjaan, saya merasa seolah-olah ada dua hal yang berperan besar dalam proses seleksi: kualifikasi pendidikan dan pengalaman kerja. Namun, yang lebih mencolok dan sering kali membuat saya kecewa adalah tuntutan pengalaman kerja yang semakin tidak rasional. Sebagai contoh, saya pernah melamar untuk posisi junior marketing, dengan harapan bisa mengembangkan diri di bidang tersebut. Namun, lowongan yang saya temui justru meminta pengalaman minimal 3-5 tahun. Jika dilihat secara logika, posisi yang dikategorikan sebagai junior mestinya lebih terbuka bagi mereka yang baru memulai karir di bidang tersebut, bukan?
Bukan hanya masalah pengalaman yang berlebihan, saya juga sering menemui lowongan dengan kriteria yang sangat spesifik dan tak jarang jauh dari esensi pekerjaan yang sebenarnya. Misalnya, dalam lowongan untuk posisi customer service, perusahaan mencantumkan syarat menguasai beberapa software canggih yang bahkan tidak relevan dengan pekerjaan tersebut. Bahkan ada yang meminta pelamar untuk menguasai lebih dari satu bahasa asing, meskipun bahasa utama yang digunakan dalam pekerjaan adalah bahasa Indonesia. Ini sangat membingungkan, karena sering kali keterampilan tambahan seperti ini tidak berhubungan langsung dengan tanggung jawab pekerjaan.
Fresh Graduate: Ketika Pengalaman Menjadi Syarat yang Menghantui
Masalah lain yang saya hadapi adalah kesulitan mencari pekerjaan karena pengalaman saya tidak memenuhi standar yang diinginkan. Sering kali saya merasa seperti terjebak dalam lingkaran setan: ketika saya baru lulus kuliah, saya tidak bisa mendapatkan pekerjaan karena kurangnya pengalaman. Sekarang, setelah memiliki pengalaman, saya justru dianggap "terlalu berpengalaman" untuk posisi yang saya lamar.
Pada kenyataannya, ini adalah fenomena yang banyak dirasakan oleh para pencari kerja, baik yang baru lulus maupun yang sudah memiliki pengalaman kerja. Banyak perusahaan yang mencari kandidat dengan pengalaman tertentu, bahkan di posisi entry-level. Saya pun sering merasa kesulitan, karena jika saya melamar pekerjaan yang relevan dengan latar belakang saya, pengalaman yang mereka minta lebih dari apa yang saya miliki.
Semakin Banyak Pelamar, Semakin Sempit Ruang Peluang
Persaingan dalam mencari pekerjaan juga semakin ketat. Setiap kali saya melamar pekerjaan, jumlah pelamar yang bersaing dengan saya selalu mencapai angka yang sangat tinggi. Bahkan untuk posisi yang tidak terlalu bergengsi, jumlah pelamar bisa mencapai ratusan orang. Hal ini sangat menambah tekanan bagi saya, karena meskipun saya merasa sudah memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan, persaingan yang begitu banyak membuat saya merasa tidak memiliki banyak peluang.
Apalagi, beberapa lowongan kerja yang saya temui sering kali mengharuskan pelamar untuk memiliki pengalaman yang sangat spesifik, atau bahkan sertifikasi tertentu yang tidak mudah diperoleh dalam waktu singkat. Sering kali saya merasa harus berlari mengejar ketinggalan dan terus memperbarui keterampilan saya agar tetap relevan di dunia kerja yang terus berubah.
Jaringan dan Koneksi: Peluang yang Terabaikan oleh Banyak Pencari Kerja
Selain keterampilan dan pengalaman, kenyataan yang tak kalah penting adalah peran koneksi dalam mendapatkan pekerjaan. Jaringan yang kuat di dunia profesional dapat menjadi pintu gerbang yang membuka banyak peluang. Di sinilah banyak pencari kerja merasa tertinggal, termasuk saya. Meskipun saya terus berusaha memperbaiki keterampilan dan melamar ke banyak perusahaan, tanpa adanya koneksi yang kuat di dunia industri, peluang yang datang terasa semakin sedikit.
Saya sadar bahwa banyak posisi yang tidak pernah diposting secara terbuka, melainkan hanya dibuka melalui rekomendasi atau hubungan personal. Ini menjadi tantangan tersendiri, karena jika tidak memiliki koneksi yang baik, peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang diinginkan terasa semakin terbatas.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Di tengah-tengah kesulitan ini, saya tetap berusaha mencari solusi dan mencoba berbagai hal untuk meningkatkan peluang saya. Berikut adalah beberapa langkah yang saya ambil untuk menghadapi kenyataan pahit ini:
1. Meningkatkan Keterampilan dan Pendidikan
Saya menyadari bahwa dunia kerja terus berkembang, dan untuk tetap relevan, saya harus terus meningkatkan keterampilan saya. Saya mulai mengikuti berbagai pelatihan online dan kursus yang relevan dengan bidang saya. Misalnya, saya mengambil kursus tentang digital marketing dan data analysis, dua keterampilan yang saat ini sangat dibutuhkan di banyak industri. Dengan meningkatkan keterampilan saya, saya berharap bisa bersaing dengan lebih banyak pelamar dan membuka peluang baru.
2. Mencari Pengalaman dalam Bentuk Lain
Selain mencari pekerjaan penuh waktu, saya mulai mencari peluang untuk mendapatkan pengalaman di luar pekerjaan formal, seperti magang, proyek sampingan, atau bahkan kerja sukarela. Pengalaman-pengalaman ini bisa menjadi portofolio yang sangat berharga ketika melamar pekerjaan di kemudian hari. Ini juga membantu saya untuk tetap terhubung dengan dunia industri dan menambah wawasan.
3. Membangun Jaringan yang Lebih Luas
Jaringan sangat penting dalam dunia kerja, jadi saya mulai memperluas jaringan saya dengan menghadiri seminar, webinar, dan acara-acara industri lainnya. Meskipun tidak langsung membawa pekerjaan, membangun koneksi dapat membuka banyak peluang tak terduga yang mungkin tidak ditemukan hanya dengan melamar pekerjaan secara tradisional.
4. Berpikir Lebih Fleksibel dan Terbuka
Saya juga berusaha untuk lebih fleksibel dalam mencari pekerjaan. Beberapa posisi yang mungkin tidak saya pertimbangkan sebelumnya, kini saya coba untuk jelajahi. Mungkin itu adalah bidang yang baru atau bahkan pekerjaan yang di luar latar belakang saya. Saya sadar bahwa dunia kerja saat ini penuh dengan perubahan, dan kesempatan sering kali datang dari hal-hal yang tidak kita rencanakan.
Penutup: Menerima Kenyataan dan Berusaha Lebih Keras
Mencari pekerjaan di Indonesia memang bukanlah perjalanan yang mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari persaingan yang ketat, syarat-syarat yang tidak masuk akal, hingga tuntutan pengalaman yang membuat frustasi. Namun, saya yakin bahwa setiap orang yang berusaha keras dan terus belajar pasti akan menemukan jalannya sendiri.
Jangan pernah biarkan kesulitan dan hambatan membuat Anda menyerah. Terkadang, jalan menuju pekerjaan impian kita memang penuh liku, tetapi selama kita terus berusaha, memperbaiki diri, dan tidak mudah menyerah, kesempatan pasti akan datang.
Komentar