Pagi ini ku berbicara pada hati.
Namun rupanya ia masih setia terkunci.
Terkunci oleh masa kelam yang dilalui.
Enggan mengajak maupun menerima tamu.
Trauma, mungkin!.
Trauma akan kejadian dulu yang dilalui.
Kejadian yang membuatnya terpuruk hingga mati
Apakah ia masih ada di ruang itu?.
Fikirkan ku berkelut tentangnya.
Atau ia sudah bosan?.
Bosan karena tak dihargai dan dicaci-maki.
Hingga ia tak kuat berdiri.
Kejadian lalu yang membuatnya seperti ini.
Tak percaya dengan orang lain.
Membuatnya disebut dengan TERSINGKIR.
Ketika semua pengorbanan tak teringat.
Ia pergi dengan dendam.
Menuntut tubuh atas pembalasan.
Apa daya tubuh tak sekuat hati.
Yang mati melebur dalam emosi.
Sekali lagi ku bertanya!
Apakah ia masih disini?
Siapakah yang patut disalahkan.
Ia dengan ke-egoisannya.
Atau mereka yang membuatnya seperti ini.
Kini tubuhku seirama dengan hati.
Ia juga menjeritkan tentang mereka.
Mereka yang bersalah atas semua yang terjadi.
Mereka yang terlalu keras dengan hati.
Sosok lain menghampiri ku dalam kesunyian.
Yang meneriakan juga tentang mereka.
Namun!
Ia mengatakan bukan mereka yang terlalu keras
Tetapi hati yang terlalu lemah.
Kumerenung di depan gubuk hati.
Apakah benar perkataan sosok tersebut.
Hati membuka pintunya.
Ia, kemudian berkata.
Mereka yang mengubah ku seperti ini!
Lantas siapakah yang salah.
Hati yang terlalu tersakiti, yang trauma karena selalu dicaci-maki hingga mereka tak perduli?
Mereka yang tak memiliki hati?
Atau ia yang pura-pura perduli?
Rupanya semua hanya ilusi.
Hati hanya dimanfaatkan untuk kebahagiaan sejati.
Ia terlalu lelah mengikuti langkah kaki.
Ia terlalu sedih dengan semua ini.
Ia terlalu bosan untuk disalahkan atas semua yang terjadi.
Komentar