Semalam, waktunya bagiku untuk istirahat. Sedikit lagi terlelap sebelum tiba-tiba Agung (kawanku), mengirimkan pesan kepadaku "Esok, apa yang akan kamu lakukan? Kalau kamu memiliki banyak waktu luang dan tidak mempunyai pekerjaan, sebaiknya kamu ikut denganku? Kita akan berbagi kebaikan".
"Kebaikan," gumamku. Aku terdiam sejenak, fikiranku tiba-tiba saja terbang ke masalalu menembus ruang dan waktu. Masa dimana aku selalu diganggu oleh maru dan pilu.
Kita tidak banyak waktu didunia, rindu untuk melakukan kebaikan dihatiku pun juga sudah semakin merindang. Tanpa ada keraguan lagi, aku menerima tawarannya.
Esok paginya sepeda motor kami sudah melaju, menerjang habis jalan raya kota ini. Seperti yang kalian tahu, kota ini selalu ramai dan penuh hingar bingar. Dikota ini juga terdapat begitu banyak romansa. Nahasnya, ditengah banyaknya romansa-romansa itu, mereka tak pernah tumbuh dengan sempurna—banyak dari kita yang belum juga merdeka. Diorama dari neraka.
Aku merasa beruntung, dengan kondisiku yang begini, nyatanya masih juga bahagia. Namun apa artinya bahagia ini tanpa filantropi, kemana perginya semua hati nurani. Adalah alasan aku berada disini bersama mereka (Relawan LAZISMU) hari ini.
Aku tidak ingin seperti orang kebanyakan yang tidak peduli, yang sialnya menutup mata, entah mereka tidur atau pingsan, saat banyak dari kita yang masih membutuhkan bantuan, hanya agar dapat makan hari ini, esok atau lusa.
Kembali kejalan raya, berusaha menepikan sepeda motorku hanya untuk mengecek kantong celana yang sedang bergetar dari tadi. Kucek, dan ternyata WhatsApp di Handphone adalah penyebabnya.
Aku ingat kalau sebelum berangkat sempat membuat snap di Aplikasi ini, hanya tulisan tanpa gambar "OTW Menjadi Relawan LAZISMU" dan tak percaya, setelahnya ramai yang membalas. Ada yang memberi komentar semangat, tak sedikit yang terkejut, bahkan ada yang mencemooh dan mengatakan bahwa itu hanya pencitraan. Aku sendiri bahkan tak mengerti mengapa aku masih menganggap teman orang seperti ini.
Tapi bagiku hidup itu hanya tinggal dijalani, karna baik atau buruknya tergantung diri kita sendiri. Karna dari itu kubiarkan saja pesan toxicnya. Aku tak peduli kalau setelah ini dia akan marah karna aku hanya membaca dan tak membalas pesannya.
Ku pacu kembali kuda besiku. Mengejar kawan-kawan yang sudah cukup jauh didepan, berusaha menyamakan kecepatan agar tak ketinggalan. Tentu saja aku tak mau menjadi orang terakhir dalam kelompok ini, karna sesungguhnya aku sendiri masih tak tahu kemana perhentian kami. Yang kutahu hanyalah kami akan memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Hari sudah semakin terik dan empat puluh paket sembako, berisi beras, minyak dan kebutuhan lainnya siap dibagikan. Sebelumnya kami sudah membagi tugas apa-apa saja yang akan kami kerjakan, ada yang membagikan paket, memfoto untuk laporan, dan ada yang mengumpulkan data lainnya.
Aku tak tahu, kalau ternyata membawa paket sembako rasanya akan semenyenangkan ini. Tentu bukan aku sendiri, kami semua membawa paketannya dan kurasa mereka semua merasakan hal yang sama. Mungkin perasaan ini muncul karna kami tahu, paket ini tentunya akan sangat bermanfaat bagi sang penerima, entahlah. Membayangkan senyum bahagia mereka ketika menerima paket langsung menghapus peluhku yang membuncah.
Kendaraan kami terpaksa ditinggal setelah meminta izin untuk parkir sebentar, karna akan sulit membawa paket-paket ini melalui gang-gang kecil. Lagipula tempat penerima paket ini berdekatan, hanya dipisahkan beberapa rumah, mungkin gang dan begitu seterusnya.
Kalian tahu, dari kegiatan ini sekali lagi membuatku sadar. Bahwa dunia hanyalah dunia, bukan nirwana juga neraka. Namun nyatanya disinilah kita bisa berbagi canda dan tawa—saling sama-sama berbagi rasa.
Ini hanyalah sedikit cerita kami hari ini. Cerita tentang perjalanan kami yang cukup panjang. Tentang lelah yang dibayar dalam perjalanan, tentang tawa dan langkah kaki yang beriringan.
Satu hal yang ingin kusampaikan pada kalian, bahwa saling berbagi bukan hanya sekedar kata sifat, melainkan juga kata kerja yang sebaiknya benar-benar terlaksana.
Komentar